Friday, September 16, 2011

Mimpi atau Harapan?

Mimpi atau Harapan?

oleh : Hosnu El Wafa

”Bukanlah suatu asa jika tidak dibarengi dengan usaha, dan tidak ada artinya sebuah cita-cita jika tidak ada langkah menujunya”

Mengambil pelajaran dari sekelumit petuah Imam as-Sakandari tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa satu hal yang membedakan antara bermimpi dan berharap adalah kesadaran. Mimpi ada pada saat tidur atau tak sadar, dan harapan muncul dari diri yang terjaga. Namun harapan tak akan pernah menjadi lebih bermakna dari impian dan angan-angan, jika tidak ada usaha nyata untuk mewujudkannya.

Kesadaran yang membedakan mimpi dan harapan tentu bukan hanya sadar dalam arti terjaga secara fisik, namun lebih dalam dari itu. Kesadaran dapat bermakna mengetahui potensi diri sehingga berusaha untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka mewujudkan harapan. Kesadaran juga bermakna ada niat dan kemauan yang kuat untuk mendapatkan yang diinginkan, sehingga senantiasa mencari jalan untuk mewujudkannya, menetapkan langkah-langkah serta memasang target. Kesadaran ini pula yang menjadikan usaha tidak hanya sebatas dalam pikiran, namun simultan dengan tindakan nyata. Sejalan dengan kalimat motivasi yang pernah dilontarkan oleh Henry Ford, kita tidak bisa sukses kalau hanya memikirkan apa yang akan kita perbuat.

Walau pun bukan penonton setia acara Golden Way - Mario Teguh, dalam suatu kesempatan penulis sempat menangkap kalimat singkat yang beliau ucapkan ”Jika menginginkan sesuatu namun tidak mampu untuk mendapatkannya, maka jangan batasi keinginan tersebut tapi tingkatkan kemampuan”. Agaknya kalimat tersebut mengandung sindiran “silakan berangan-angan, namun jangan berharap akan terwujud, tanpa ada usaha untuk mewujudkannya”. Lebih jauh, kalimat tersebut sesungguhnya membantu menyadarkan kita untuk tidak berhenti pada satu titik harapan sementara masih ada potensi untuk menjadi lebih baik dengan meningkatkan kemampuan diri. Dalam beberapa kasus, kita punya keinginan menjadi yang terbaik, namun sudah merasa cukup dengan menjadi baik, karena untuk menjadi lebih baik kita harus kembali bekerja keras untuk mendapatkannya.

Hal tersebut pernah pula disinggung Direktur Utama Bank BPD Kalsel dalam buletin Lalongkang edisi Maret 2009. Beliau menyampaikan bahwa salah satu penyebab banyaknya perusahaan yang mampu menjadi baik, tetapi sulit menjadi lebih baik, bahkan tidak mampu menjadi yang terbaik, adalah karena telah dengan begitu cepat dan mudahnya menyatakan bahwa perusahaannya sudah baik dan merasa puas dengan apa yang telah diraih.

Harapan bersama : Banknya urang banua

Harapan bersama stakeholder Bank BPD Kalsel adalah menjadikan bank ini sebagai ”Banknya Urang Banua”. Tentu akan banyak ragam pendapat apabila ditanyakan apakah harapan tersebut telah terwujud atau belum.

Bagi pribadi penulis dan selanjutnya juga menjadi harapan bagi penulis, semboyan "Banknya Urang Banua" memiliki arti yang kuat bahwa bank ini adalah bank yang dimiliki, digunakan dan selanjutnya membawa kemanfaatan bagi masyarakat kalsel, serta memiliki faktor keeratan yang lebih kuat dengan masyarakat banua dibandingkan bank-bank lainnya. Salah satu indikasi awalnya adalah BPD menjadi "Top of Mind" dari masyarakat Kalsel, sehingga apabila ditanyakan pertanyaan yang paling mendasar : "Apa bank anda?" kepada setiap masyarakat Kalsel, maka tanpa pikir panjang sebagian besar akan menjawab : "Bank BPD Kalsel !". Berkaitan dengan "Top of Mind" tersebut, maka harus dapat ditimbulkan "rasa memiliki" yang kuat dikalangan masyarakat kalsel terhadap Bank ini. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perasaan subjektif masyarakat kalsel terhadap Bank BPD Kalsel. Sikap loyal nasabah yang dibarengi dengan rasa puas, bangga, nyaman, dan aman akan timbul dari pengalaman interaksi yang terbaik dalam bertransaksi di Bank BPD Kalsel. Jawaban “YA” harus muncul dari pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti “Apakah anda bangga dan nyaman menjadi nasabah bank ini? Apakah anda mendapatkan pelayanan yang memuaskan di bank ini? dan sebagainya, bahkan pertanyaan "Apakah anda mendapatkan senyuman pada saat anda melakukan transaksi?" menjadi pertanyaan yang sangat penting.

"Rasa memiliki" tentu akan menimbulkan keinginan untuk menggunakannya. Ibarat jika beraktivitas menggunakan alat, tentu akan lebih enak menggunakan alat punya sendiri daripada alat pinjaman. Dengan kata lain, Bank BPD Kalsel harus menjadi bank utama yang dipakai oleh masyarakat Kalimantan selatan dalam menjalankan segala aktivitas perbankannya. Bank BPD Kalsel harus terus berusaha untuk menyediakan layanan-layanan berdasarkan "customer centric", yaitu penyediaan layanan-layanan perbankan didasarkan pada kebutuhan perbankan yang dibutuhkan oleh masyarakat kalsel.

Dalam hal ini, pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas dapat berkembang lebih jauh, misalnya Di bank mana anda menyimpan sebagian besar uang anda? Di bank mana anda melakukan pembayaran-pembayaran rutin anda? Di bank mana anda meminta pembiayaan perumahan atau kendaraan anda? dan sebagainya, maka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, jawabannya harus tetap sama "Bank BPD kalsel !".

Tentu pertanyaan-pertanyaan di atas hanya bersifat imajiner, tidak perlu ditanyakan langsung ke nasabah, namun harus ditanyakan oleh insan Bank BPD Kalsel kepada dirinya masing-masing. Karena pada dasarnya nasabah terdekat dengan Bank BPD Kalsel adalah kita sendiri. Sudahkah bank ini menjadi Banknya Urang Banua???

Apa pun jawaban dari pertanyaan di atas, tentunya bukan menjadi titik perhentian untuk meneruskan transformasi menjadi lebih baik. Kendala dan halangan berat pasti akan dihadapi. Bukankah layang-layang terbang tinggi dengan menentang angin, dan pelangi tercipta setelah kita menghadapi hujan. Kalau pun telah mencoba dan gagal, maka ada satu langkah maju yang telah dilakukan, yaitu semakin menyadari bahwa ada yang harus diperbaiki dan harus dilakukan, agar kita benar-benar pantas untuk berhasil.

No comments: